Pak Lamhot Simanjuntak sempat termenung dan pening menghadapi penerimaan murid baru tahun ini. Betapa tidak, anak keduanya yang baru tamat SMP dan ingin mendaftar di salah satu sekolah swasta favorit di Kota Medan harus menyedikan uang paling sedikit Rp 3,2 juta. Kalau tidak, anaknya dianggap gugur atau tidak diterima di sekolah SMA Santo (St) Thomas yang beralamat di Jalan S Parman, Medan, walaupun sudah dinyataan lulus dalam tes masuk.
Uang sebesar itu untuk uang pembangunan Rp 1,5 juta, uang sekolah bulan Juli Rp 350 ribu, uang OSIS, bakal pakaian seragam, uang atribut, uang buku, uang sumbangan yang ditotal seluruhya Rp 3,2 juta.
Istrinya pun sempat mencoba menemui pihak sekolah untuk minta diberi waktu guna mengumpulkan uang sebanyak itu dengan cara meminjam uang kepada tetangga atau sanak famili. Maklum, suaminya hanya pedagang kecil di Pusat Pasar Medan. Lamhot Simanjuntak menyadari beratnya menyekolahkan anak ke St Thomas karena biaya ke sana cukup besar.
Itulah sebabnya ia juga mendaftarkan anaknya ke SMA Negeri 1 Medan yang jelas biaya sekolahnya relatif ringan. Tapi, karena jumlah NEM (nilai ebtanas murni--Red) anaknya sedang-sedang saja, hanya 29,5, sementara total NEM yang akan diterima di sekolah negeri itu termasuk tinggi, Lamhot Simanjuntak pun pesimistis anaknya diterima di SMAN 1. Dan memang anaknya tidak lulus sehingga dia pun mendaftarkan anaknya kembali ke SMA St Thomas setelah berhasil meminjam uang dari famili.
Memang, pihak SMAN 1 masih memberi kesempatan kepada si murid yang tidak diterima melalui seleksi NEM bisa mengikuti testing masuk. Tapi karena mendengar penerimaan melalui testing masuk ini sangat kental dengan permainan uang, Simanjuntak pun lagi-lagi pesimistis dan tidak mendaftarkan anaknya untuk mengikuti testing.
"Bayangkan, Pak, agar bisa lulus di SMA 1 melalui tes, kita harus memberikan uang pelicin antara Rp 10 sampai Rp 15 juta. Dari mana saya bisa mendapatkan uang pelicin sebesar itu? Lebih baik saya masukkan atau daftarkan anak saya ke St Thomas. Kita hanya menyediakan uang Rp 3,2 juta dan itu resmi, ada bukti penerimaan," katanya.
Banyak orangtua murid mengetahui bahwa penerimaan murid di sekolah menengah atas negeri melalui testing masuk tahun ini hanya sebagai alat pihak sekolah atau Dinas Pendidikan setempat untuk menerima uang pelicin dari calon orangtua murid. Jujur saja, lebih baik penerimaan murid dilakukan seperti tahun lalu, melalui seleksi NEM yang waktu itu hampir tidak ada ribut-ribut orangtua murid walaupun anaknya tidak lolos masuk ke sekolah yang diinginkan.
Kepala SMAN 1 Medan, Hj Rebecca Girsang, yang dikonfirmasi Suara Karya mengenai hal itu, mengatakan, penerimaan melalui tes masuk tahun ini adalah atas keputusan Dinas Pendidikan Medan. Keputusan itu dibuat, katanya, untuk memberikan kesempatan kepada murid yang tidak lolos masuk melalui seleksi NEM untuk bisa masuk SMA negeri yang diinginkan.
Persentase jumlah murid yang diterima melalui tes masuk ini adalah 40 persen dari kapasitas daya tampung sekolah. Dan mengenai siapa-siapa yang lulus melalui tes masuk ini, yang menentukan adalah pihak Dinas Pendidikan Medan. "Semua kertas jawaban, pihak dinas yang memeriksa dan mereka yang menentukan siapa-siapa yang lulus," katanya.
Ketika ditanya bahwa orangtua murid harus menyediakan uang pelicin antara Rp 10 sampai Rp 15 juta agar si anak bisa lulus, Rebecca Girsang enggan menjawabnya. "Kalau soal itu, Bapak tanya saja sama Kadis Pendidikan Medan, karena Dinas-lah yang menangani dan menentukan siapa-siapa murid yang lulus. Kalau kami, hanya penyelenggara saja," kata Rebecca.
Suara Karya telah mencoba menghubungi Kadis Pendidikan Medan, Hasan Basri, namun tidak berhasil. Salah seorang stafnya mengatakan bahwa sang pimpinan sedang ke Palembang untuk urusan dinas. Mengenai adanya tudingan uang pelicin seperti yang dilontarkan orangtua murid, staf itu mengatakan tidak tahu-menahu. "Bapak tanya saja sama Pak Hasan setelah pulang nanti," katanya. (M Tampubolon)
Copy Right ©2000 Suara Karya Online
Powered by Hanoman-i
Powered by Hanoman-i
0 komentar:
Posting Komentar